
Innalillahi wainnailaihi raaji’un. Telah meninggal dunia Alumni Teknik Fisika ITB yakni Sdr. Dedy Hermawan Bagus Wicaksono (TF93) pada jam 17.25 WIB hari Senin, 23 Agustus 2021 di RS Khusus Infeksi Universitas Airlangga, Surabaya.
Almarhum Dedy Hermawan Bagus Wicaksono menyelesaikan S1 di Teknik Fisika ITB (angkatan 1993). Setelah itu beliau mendapatkan gelar Master of Engineering (M.Eng.) dalam bidang Biological Information Engineering pada tahun 2002 di Tokyo Institute of Technology (Titech), Jepang. Beliau melanjutkan studi doktoral dan mendapatkan gelar Ph.D. dalam bidang Microelectronics tahun 2008 di Technische Universiteit Delft (TU Delft), Belanda.
Sebelum meninggal, almarhum Dedy H.B. Wicaksono menjabat sebagai Head of Biomedical Engineering di Faculty of Life Sciences & Technology di Swiss German University (SGU), Tangerang, Indonesia. Sebelum berkarya di SGU, almarhum Dedy pernah 6 tahun mengajar di Universiti Teknologi Malaysia, termasuk pernah menjadi Manajer Laboratorium Faculty of Health Science & Biomedical Engineering dan Head Expert Laboratorium Microscopy UTM. Almarhum Dedy juga pernah melakukan 3 tahun melakukan penelitian Post-Doctoral di TU Delft.
Almarhum Dedy pernah mempublikasikan 8 patent filing, 23 refereed international journal articles, 3 book chapters, 61 peer reviewed international conference paper, dan memenangkan 2 best paper award International conferences dan 2 best flash presentasino awards. Beliau juga pernah menjadi reviewer di 12 journal international dan 14 konferensi internasional.
Segenap Alumni Teknik Fisika ITB dan pengurus IATF ITB turut berduka dan merasa kehilangan atas kepergian beliau dan mengucapkan selamat jalan kepada beliau. Semoga Almarhum mendapat ampunan atas semua dosa dan kekhilafannya, mendapat tempat yang mulia di surga-Nya dengan husnul khatimah serta keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan. Aamiin ya rabbal alamin.
=========
Obituari almarhum Dedy HB Wicaksono
YOUR ARE ALWAYS BE OUR PROF
Oleh: Edna Caroline (TF93)

Pria berjenggot dan bersorban hijau ini temen gw, Dedy Hermawan B Wicaksono.
Salah satu orang paling religius sekaligus toleran yang gw kenal. Sesekali dia berkomentar “puji Tuhan” ke gw. Mungkin gw salah atau subyektif, tapi setahu gw, hal itu biasanya dilakukan orang yang sudah bebas menikmati iman dan relasi dengan penciptaNya.
Ini ucapan selamat natal dari Dedy, 24 Desember 2020 :
“Untuk sahabat-sahabatku FT 93 Ummat Kristiani, saya mengucapkan selamat merayakan malam dan hari Natal 25 Desember 2020 dan Tahun Baru 2021. Semoga Tuhan YME melimpahkan kedamaian dan keberkahan pada keluarga dan masyarakat kita semua. Aamiin


Kami sekelas saat kuliah, walaupun seingat gw, nyaris nggak pernah bertukar kata. Di mata gw, dia cupu. Gimana nggak, Dedy masuk kelas selalu duluan. Duduk di depan. Tekun mencatat selama jam kuliah dan itu dia lakukan konsisten selama empat tahun kuliah. Catatan di buku tulis Campus yg sampulnya lusuh itu lengkap, walau tulisannya susah dibaca. Buat gw, selain cupu, Dedy tuh kayak bapak-bapak yang ke kampus selalu pake batik dan celana kain dan kalau ngomong suaranya pelan-pelan. Heloww… kemeja batik ke kampus…. ?!?
Sementara gw, kuliah hampir selalu telat, atau malah nggak masuk. Kaos buluk dan jins jd kostum utama, klo gak ketahuan ya pake sandal. Duduk paling belakang, berusaha mencatat tp pasti ketinggalan. Walau santai aja, karena menjelang ujian minjem catatan temen untuk difotokopi. Di kelas, pikiran gw melantur ke mana-mana, nggak heran nilai selalu rantai karbon, cukup lah untuk jadi sarjana. Mungkin alasan gw nggak ngobrol ama Dedy, karena dia pinter banget. Sementara gw…. Yang penting lulus aja …
Sejak kuliah, Dedy selalu kami panggil Prof. Selain karena dia emang pinter ya bahan becandaan. Dedy keliatan senyum-senyum klo dipanggil Prof yang bikin gw geleng-geleng. “Nih anak, digodain kok gak nyadar”. Singkat kata, walau sekelas, kami beda habitat.
Setelah dia lulus duluan dari gw, sempat denger dia lanjut Doktoral ke Jepang lalu ke Belanda. Gw pikir, ya wajarlah. Pasti dengan mudah dia dapat beasiswa, pikiran yang ternyata salah karena belakangan gw baru tahu klo perjuangan dia berat banget.
Kami lalu bertemu lagi di WAG TF93. Tentu saja dia masih kalem dan pinter, udah doktor dan jadi dosen engineering. Sementara, gw jg masih ngomong sembarangan dan malah sama sekali have no idea tentang engineering. Menguap entah ke mana.
Tapi sekarang kami malah jadi dekat. Hampir setiap hari ada hal yang kami bergantian nimbrung ngobrol di WAG. Dedy sering cerita soal inovasi dalam bidang engineering terutama biomedical. Dia sering menfwd flyer2 diskusi soal biomedical di kampusnya di SGU, walau teman-temannya ternyata mengomentari pembicara yang cantik daripada substansinya. Dan Dedy pun ikutan. Pernah bahkan dia fasih cerita soal drakor.
Suatu saat, kami berhasil membujuknya bercerita tentang kenapa dia dari dulu pakai batik. Dan dia menjelaskan dengan penuh semangat, dan kami pun menimpali dengan semangat sampai akhirnya mengerti dan mengangguk-angguk. Ternyata canggih juga selera fashion si Prof.
Perbedaan menjadi indah ketika kita saling menerima tanpa menghakimi. Gw juga jadi ngikutin kiprah-kiprah dia di bidang sains dan sebagai dosen lewat posting2 dia di FB. Gw pikir-pikir, memang orang seperti dia adalah materi terbaik untuk jadi dosen. Dan dia fokus untuk itu, melakukan yang terbaik yang dia bisa untuk bisa bermakna bagi orang lain.
Oh iya, kami tetap memanggil dia Prof, karena dia memang tetap pintar dan kali ini dengan doa, smoga nanti jadi Prof beneran dan kita akan makan-makan karena sebutan itu kan dari kami duluan. Si Prof mengiyakan.
Selain soal keilmuan engineering, Prof ini juga mendalami agama. Kalau ada hal-hal yang gw pengen tahu soal Islam, gw suka nanya ke dia. Dan dia menejelaskan panjang lebar, tanpa pretensi. Dia juga sering diminta memberi khotbah, bahkan jadi imam beberapa waktu lalu ketika ada mantan Jaksa Agung meninggal. Wah gw bangga banget. Temen gw nih, pikir gw.
Soal ini, si Prof selalu mengomentari dengan sederhana. Sama humblenya dengan tidak pernah cerita soal prestasinya sebagai peneliti. Gw baru hari ini tau dari website SGU, segudang prestasi dan riset dan paper internasionalnya. Tenyata loe seorang ilmuwan, inventor, dan pendidik, ya Prof. Lagi, temen gw nihh…. #bangga.
Usai lebaran 2020 kemarin, Prof tiba-tiba berinisitif mengundang TF93 untuk zoom. Nggak nyangka juga. Dan dia juga lebih banyak diam, sementara kami bercanda tawa nggak jelas ngalor ngidul ke sana ke mari beberapa jam. Mungkin dia senang melihat teman-temannya senang. Jadi teringat WA japri kami terakhir 7 Agustus lalu, bahwa walau sakit dia tetap memantau WAG karena justru itu yang menghiburnya.
Gw baru sadar, Prof sayang ama temen-temennya. Kami juga sayang loe, Prof. Waktu dapat kabar kondisinya drop, kami berusaha sekuatnya, semua asa, semua jaringan kami kerahkan. Demikian juga teman-teman yang lain. Jaringan-jaringan pertemanan Prof semua berupaya yang terbaik untuk teman kita ini.
Tapi, loe pergi juga, Prof. Ada ruang yang mendadak kosong dan tak tergantikan di WAG TF93 kita Prof. Udah lewat beberapa jam sejak 17.25 WIB, 23 Agustus 2021. Gw masih berusaha menggapai dan menerima loe udah gak ada. Surely,
you are our Prof. Always.
Sumber: Facebook Edna Caroline
Foto diambil dr Facebook Dedy Wicaksono
=========
Rekaman wawancara Dedy HB Wicaksono dari Alumni ITB angkatan 93 pada acara Reuni Perak 1993