Berita Duka Cita – Djali Ahimsa (TF51)

Innalillahi wainnailaihi raaji’un. Telah meninggal dunia Alumni Teknik Fisika ITB yakni Bapak Ir. Djali Ahimsa, M.Sc. (TF51) pada hari Jumat, 19 Februari 2021 jam 07.11 di RS Pusat Otak Nasional Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono, Jakarta. Jenazah beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan.

Bapak Djali Ahimsa merupakan alumni Teknik Fisika ITB generasi paling awal. Bidang yang digelutinya di bidang nuklir pun adalah bidang yang terbilang sangat maju untuk Indonesia, bahkan untuk ukuran zaman sekarang. Beliau pernah ditugasi sebagai Kepala Proyek Pembangunan Reaktor Atom Bandung TRIGA Mark II (TRIGA: Training, Research, Isotope production/Irradiation General Atomic) di tahun 1960 setelah lulus dari ITB di tahun 1958. Kemudian, selama tiga tahun berikutnya, ia dipercaya menjadi pembantu Dirjen BATAN Urusan Penelitian dan Pengembangan hingga tahun 1968. Karirnya kemudian melesat hingga ke Eropa. Bapak Djali Ahimsa berkecimpung di Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency / IAEA) di Vienna, Austria, mulai dari tahun 1968 hingga 1983. Setelah itu beliau ditunjuk sebagai Direktur jenderal Badan Tenaga Atom Nasional (sekarang Badan Tenaga Nuklir Nasional / BATAN) pada 1984 hingga 1996.

Segenap Alumni Teknik Fisika ITB dan pengurus IATF ITB turut berduka dan merasa kehilangan atas kepergian beliau dan mengucapkan selamat jalan kepada beliau.

Semoga Almarhum mendapat ampunan atas semua dosa dan kekhilafannya, mendapat tempat yang mulia di surga-Nya dengan husnul khatimah serta keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan. Aamiin yra.

====

Kisah Bapak Ir. Djali Ahimsa dan Presiden Soeharto Mengenai Teknologi Nuklir di Indonesia

Dikutip sebagian dari https://soeharto.co/djali-ahimsa-pak-harto-pemimpin-yang-penuh-pengertian/

Perkenalan saya dengan Presiden Soeharto (atau biasa dipanggil Pak Harto) terjadi pada tahun 1972 di Vienna, Austria, ketika beliau mengunjungi Austria dalam rangka lawatan kenegaraan. Pada waktu itu saya bekerja sebagai staf Badan Tenaga Atom lnternasional. Kami para warga negara Indonesia yang berada di Vienna mendapat kesempatan bertemu dan bertukar pikiran dengan beliau mengenai studi, pekerjaan dan berbagai hal yang berkenaan dengan keadaan kami di luar negeri. Sesudah peristiwa itu saya tidak pernah lagi bertemu dengan beliau.

Pada tahun 1984 saya mendapat panggilan pulang ke Indonesia untuk menjabat Direktur Jenderal Batan (Badan Tenaga Atom Nasional) untuk menggantikan pejabat yang lama. Mengenai pengangkatan saya ini, saya kira Pak BJ Habibie – Menteri Riset dan Teknologi kala itu – memainkan peranan yang besar. Sebab, pada musim panas tahun 1983, Pak Habibie yang sedang di Eropa menyinggung-nyinggung masalah ini. Setelah saya menjabat Direktur Jenderal Batan inilah saya sering bertemu dengan Pak Harto untuk membicarakan masalah-masalah yang berkenaan dengan bidang tugas saya.

Tidak semua orang tertarik untuk membicarakan masalah­-masalah nuklir. Pada mulanya saya mempunyai dugaan bahwa Pak Harto juga tidak akan tertarik mengenai hal tersebut. Ternyata dugaan saya keliru. Beliau sangat antusias sekali ketika kami dari Batan menguraikan masalah-masalah dan rencana-rencana kami, baik yang bersifat jangka pendek maupun yang bersifat jangka panjang.

Dalam suatu pertemuan kami mengemukakan rencana jangka panjang mengenai penggunaan tenaga nuklir sebagai alternatif tenaga listrik. Kami mengemukakan masalah ini, karena pada suatu ketika nanti kita pasti akan kekurangan tenaga listrik yang sudah tidak dapat lagi melayani perkembangan industri kita, yaitu pada saat kita tinggal landas. Kita tidak mungkin lagi menggunakan minyak dan batubara, yang dapat menyebabkan tingginya tingkat polusi. Nah, untuk itu kami dari Batan mengusulkan pada beliau suatu bentuk teknologi yang cukup tinggi tingkat keselamatannya, yaitu penggunaan tenaga nuklir. Beliau dengan cepat dapat memahami pemikiran kami dan memberikan tanggapan yang sangat baik.

Dalam hal ini kami juga memberikan gambaran pada beliau dengan menyampaikan data-data mengenai berapa besarnya tenaga listrik yang diperlukan, khususnya di Pulau Jawa. Dalam pembicaraan ini tampaknya Presiden tidak hanya memikirkan masalah tenaga listrik bagi industrialisasi saja. Selain itu beliau juga memikirkan kesejahteraan rakyatnya. Artinya rakyat juga perlu diberikan penerangan. Beliau menginginkan agar semua rakyat, sampai ke desa-­desa, dapat menikmati listrik. Dapat kita bayangkan berapa ribu desa di seluruh Indonesia yang memerlukan penerangan listrik. Di Pulau Jawa saja kala itu, kalau tidak salah, yang sudah dapat menikmati listrik baru kira-kira 15-20%. Jadi sebagian besar daerah-daerah Indonesia masih gelap. Kita dapat membayangkan berapa jumlah tenaga listrik yang akan kita perlukan.

Dalam kesempatan inilah kami menyampaikan betapa pentingnya pemakaian sumber alternatif, yaitu memakai tenaga nuklir. Sebab, tenaga nuklir adalah sumber energi yang dapat diandalkan dan relatif cukup murah juga. Akan tetapi banyak orang yang sangat khawatir kalau di Pulau Jawa terdapat reaktor nuklir, karena pulau ini dianggap terlalu kecil. Bagaimana jika seandainya terjadi seperti peristiwa Chernobyl? Menghadapi masalah ini kami menghadap Pak Harto dan menjelaskan mengapa peristiwa Chernobyl itu terjadi dan mengapa kejadiannya begitu dahsyat. Hal ini kami lakukan agar Pak Harto mempunyai gambaran bahwa peristiwa Chernobyl itu bisa terjadi akibat tingkat safety-nya yang rendah.

Reaktor nuklir di Chernobyl itu, secara fisik tidak aman, karena tingkat keamanannya tidak setinggi dan secanggih reaktor-reaktor di negara-negara Barat. Reaktor tipe Chernobyl ini pada mulanya dikembangkan oleh Uni Soviet untuk maksud memproduksi plutonium sebagai bahan peledak nuklir. Berbeda dengan reaktor nuklir yang dikembangkan di dunia Barat, reaktor tipe ini mempunyai tingkat keselamatan yang rendah, karena bentuk fisiknya dan kombinasi bahan bakar dan moderatornya. Akan tetapi sangat produktif untuk memproduksi plutonium. Karena tipe ini telah dianggap mantap oleh pemerintah Uni Soviet, maka tipe reaktor ini dikembangkan untuk keperluan sipil, untuk pembangkit tenaga listrik.

Sistem keamanan yang dianut Uni Soviet juga sangat berbeda dengan sistem yang kita ketahui di negara-negara Barat, yang pada umumnya sangat ketat. Sebagai contoh sistem keamanan yang berlapis seperti di dunia Barat tidak terdapat di Uni Soviet. Menanggapi masalah ini Pak Harto cepat memberikan reaksi dengan menyatakan agar dalam membangun reaktor nuklir kita tingkat keamanannya dijaga betul. Beliau mencoba mengerti dan memahami dengan membiarkan kami mengemukakan pendapat-pendapat kami, baru kemudian beliau memberikan pengarahan-pengarahan.

Dengan kepercayaan penuh dari Pak Harto, kami bertekad untuk bekerja semaksimal mungkin agar tidak mengecewakan beliau. Itulah sebabnya kami selalu berusaha menanggulangi setiap masalah besar atau kecil dengan menghubungi para pembantu beliau yang lain, seperti Menteri Keuangan, Ketua Bappenas dan Pak Habibie (biasanya lebih dahulu), daripada langsung membawanya kepada Pak Harto. Syukur alhamdulillah selama saya menjadi pembantu beliau, kami dari Batan dapat mengatasi masalah-masalah yang kami hadapi. Mudah-mudahan kami tidak akan menemukan masalah besar yang akan kami kemukakan pada Presiden.

Dapatlah dikatakan bahwa Indonesia sekarang ini telah memasuki era nuklir, tetapi kita tidak akan menggunakan nuklir untuk kepentingan persenjataan. Pak Harto juga telah menekankan bahwa nuklir kita adalah untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Beliau juga mengatakan bahwa Indonesia ikut serta dalam meratifikasi perjanjian internasional yang menyatakan bahwa kita tidak akan memproduksi senjata nuklir. Hal ini merupakan kebijaksanaan yang tepat, karena jika orang mengetahui kita mempunyai program nuklir untuk kepentingan persenjataan, maka kita tidak mungkin akan dapat mengalihkan teknologi nuklir yang sangat kita butuhkan untuk, pembangunan PLTN kita nanti.

Mengembangkan teknologi senjata nuklir bagi suatu negara berkembang adalah tindakan yang sangat tidak bijaksana. Tidak ada artinya dimana negara-negara adikuasa memiliki beribu-ribu kepala ledak nuklir dan negara berkembang dengan sarana yang terbatas mampu membuat hanya satu sampai sepuluh senjata nuklir saja. Memiliki senjata nuklir berarti kita harus dapat mempertahankan diri terhadap serangan nuklir, dimana teknologi untuk menampik serangan nuklir adalah sangat mahal pula dan belum tentu akan berhasil. Bukankah dana yang begitu besar akan lebih bermanfaat jika dipergunakan untuk pembangunan? Jepang, sebagai contoh, dapat mengembangkan industrinya meskipun ia tidak memiliki senjata nuklir.

Pak Harto sangat menyetujui pandangan ini; bahkan beliaulah yang banyak memberikan masukan-masukan menyangkut penggunaan-penggunaan nuklir kita. Ketika kami menguraikan kepada beliau bahwa kami telah menggunakan nuklir untuk kepentingan pertanian, beliau sangat mendukung dan gembira sekali. Sebagai contoh, umpamanya, kami telah meneliti pupuk dengan memakai radio isotop. Kami telah pula menggunakan radio isotop untuk meneliti kadar tanah dan kadar perembesan air di tanah. Begitu pula kami telah meneliti makanan ternak, terutama untuk sapi, kambing dan binatang yang sejenis itu. Dalam kaitan ini kami menggunakan isotop untuk mengembangkan makanan ternak suplementer. Khusus untuk. yang terakhir ini, kami sendiri belum melaporkannya pada beliau, tetapi ketika Direktur Jenderal Peternakan menyerahkan hasil penelitian tersebut, kami mendapat telepon dari Cendana. Presiden meminta laporan yang lengkap mengenai penelitian kami.

Beliau sangat bergairah mendengarkan laporan kami. Pak Harto memang seorang yang penyabar dan demokratis. Beliau selalu menjadi pendengar yang baik dan tetap mendengarkan ketika para pembantu beliau mengemukakan argumentasi-argumentasi mereka. Hal ini telah saya rasakan sendiri.